Kamis, 29 November 2012

Hidup Indonesia, Hidup Pemain!

Para pemain Indonesia bersorak kegirangan menyambut gol Andik Vermansah yang memastikan kemenangan Indonesia 1-0 atas Singapura pada penyisihan Grup B Piala AFF 2012, Rabu (28/11/2012).
KUALA LUMPUR, KOMPAS.com — Hidup Indonesia, hidup pemain...! Pujian besar pantas diberikan kepada para pemain timnas Indonesia, juga kepada para pelatih dan stafnya atas kemenangan 1-0 melawan Singapura di penyisihan Grup B Piala AFF 2012, Rabu (28/11/2012). Kemenangan yang tak hanya memperlebar peluang ke semifinal, tetapi juga mengangkat harkat bangsa. Pasalnya, ini kali pertama Indonesia menang atas Singapura dalam 14 tahun terakhir.

Terlebih lagi, prestasi itu terjadi di saat pemain dalam posisi terjepit dan berangkat dari kekisruhan. Akan tetapi, mereka masih menunjukkan nasionalisme yang luar biasa. Andik Vermansyah dan kawan-kawan tidak sekadar bermain sepak bola, tetapi juga menunjukkan profesionalisme dan sportivitas tinggi serta kecintaan besar pada negeri ini. Mereka bertanding bukan untuk PSSI atau KPSI yang mengaku ahlinya pengurus bola, melainkan karena mereka orang Indonesia yang di dadanya ada lambang "Garuda".

Di sinilah bedanya. Dalam konteks ini, timnas tak identik dengan PSSI atau KPSI. Timnas adalah "Garuda", representasi Indonesia dan keindonesiaan lewat sepak bola. Kepengurusan yang sebenarnya hanya abdi sepak bola bisa berwarna merah, kuning, hijau, atau biru, tergantung kepentingan dan motivasi yang sedang berkuasa. Kepengurusan sepak bola bisa berbau melati atau bahkan berbau busuk. Akan tetapi, timnas Indonesia selalu wangi dan Merah Putih.

Ibarat kata, timnas Indonesia berangkat dari wilayah sepak bola yang "kumuh" karena orang-orang yang mengaku berhak mengurus dan memikirkan sepak bola (dari kelompok mana pun) malah sibuk berantem. Sementara itu, pemain seperti menjadi korban, tanpa ada yang membela. Seperti gajah bertarung, pelanduk tergencet di tengahnya. Bahkan, mau membela timnas saja pemain kesulitan bersikap karena efek perseteruan itu.

Dalam laman pribadi, Bambang Pamungkas sempat menulis, "Jika mencari solusi untuk kepentingan bangsa dan negara saja tidak segera sejalan, apakah bapak-bapak berjas dan berbaju batik itu bisa digolongkan sebagai orang-orang yang tidak memiliki rasa nasionalisme? Saya tidak sedang ingin berkata demikian. Akan tetapi, jika semangat awalnya saja sudah sama 'demi harkat dan martabat bangsa', mengapa membahas masalah tim nasional saja tidak kunjung menemukan kata sepakat... Fakta yang terjadi adalah dikarenakan kegagalan mereka dalam mencapai kata sepakat mengenai tim nasional, maka hal tersebut membuat 'harkat dan martabat bangsa' dipertaruhkan di AFF Cup 2012 nanti."

Meski begitu, para pemain yang tampil di Piala AFF 2012 tetap profesional dan tak terpengaruh oleh konflik dan intrik di tingkat kepengurusan.

Bahkan, Andik Vermansyah yang mencetak gol kemenangan atas Singapura mengatakan, "Boleh benci PSSI atau KPSI, tetapi jangan benci timnas."

Jelas, Andik ingin menegaskan bahwa timnas adalah cerminan jati diri Indonesia. Harkat, martabat, kehormatan, dan harapan bangsa dipertaruhkan dalam timnas. Timnas bukan representasi PSSI atau KPSI, tetapi wakil "Indonesia". Perkara ada pengurus atau kelompok ini dan kelompok itu yang didukung bos ini atau bos itu, timnas tak boleh dikorbankan atas alasan apa pun dan motivasi apa pun.

Indonesia datang ke Piala AFF 2012 disertai keraguan banyak orang. Pasalnya, tim ini tak bisa mengambil para pemain terbaik di negeri ini. Bukan karena soal regulasi, melainkan karena perseteruan yang terjadi.

Namun, justru itu yang membuat semangat pemain bergolak. Mereka tak ingin Indonesia dipermalukan. Mereka ingin Indonesia bangga dan berjaya. Mereka seolah juga mewakili seluruh pemain sepak bola Indonesia untuk membuktikan bahwa pemainlah aktor utama sepak bola. Bukan politisi, oportunis, atau spekulan yang hanya sibuk adu argumentasi yang justru malah menciptakan konflik. Mereka bermain mewakili Indonesia, bukan PSSI atau KPSI.

Bisa dikatakan, para pemain saat ini dalam posisi terpojok akibat konflik kepengurusan yang tak kunjung usai. Namun, mereka bisa memilah antara kepentingan profesionalisme, nasionalisme, dan persoalan lain. Apa yang dilakukan pemain justru kerja nyata buat sepak bola Indonesia, bukan sekadar bicara yang tak menghasilkan apa-apa atau bahkan merusak.

Di sisi lain, suporter juga tak bisa dipandang remeh. Ibarat negara, suporter adalah rakyat sepak bola yang juga pemain ke-12. Sungguh, mereka tak boleh dikecewakan karena perannya juga besar. Sebagai rakyat, mereka suatu saat juga bisa bersikap, apalagi jika kompetisi sepak bolanya dan pemainnya terus menjadi korban.

Rasanya membahas konflik yang ada memang semakin tak menarik. Mendukung dan menikmati perjuangan para pemain di Piala AFF 2012 jauh lebih mengasyikkan, apalagi mereka semakin menjanjikan. Mendukung timnas Indonesia bukan berarti pro PSSI atau KPSI. Pasalnya, PSSI atau KPSI bisa bubar, tetapi timnas dan sepak bola Indonesia tak akan pernah mati.

Harapannya, Indonesia bakal menjadi juara Piala AFF 2012. Kalaupun gagal menjadi juara, perjuangan para pemain Indonesia dalam dua pertandingan melawan Laos dan Singapura cukup membanggakan. Setidaknya, para pemain telah membuktikan semangat bertanding luar biasa dan jiwa kebangsaan yang membanggakan.

Selamat Indonesia, selamat para pemain.

Sumber:KOMPAS.com

0 komentar:

Posting Komentar

newer post older post Home